Tuesday, July 28, 2020

CERPEN 7 Hari Terjebak DiKereta Api Gaib Part 6

Tujuh Hari Terjebak di Kereta Api Gaib

Aku dan Pak Ustaz Yahya sudah sampai di stasiun. Kami mencoba berkeliling, melakukan penelusuran dari pagi sampai sore hari. Sebenarnya, lebih lama di perjalanan, dibandingkan di lokasi itu sendiri. 

"Kasian Bella," ucap Pak Ustaz saat kami dalam perjalanan pulang. Aneh memang. Padahal, waktu di stasiun, pria berkopiah itu tidak mengatakan apa pun. 

"Ada apa, Pak? Bella kenapa?" tanyaku dengan rasa penasaran yang sudah di ubun-ubun. 

Ia menggeleng pelan. "Kita harus melakukan pengajian nanti malam, Neng. Kita harus jemput Neng Bella." 

Aku kembali terdiam, kurang mengerti dengan apa yang disampaikan oleh Ustaz Yahya. 

"Maksud Pak Ustaz apa? Jemput Bella ke mana?" Ayahnya Bella mulai bereaksi. Dari tadi beliau hanya diam, baru kali ini ia bertanya soal keadaan anaknya. 

"Intinya, ada hal di luar nalar yang sulit dijelaskan. Lebih baik, kita berdoa, undang juga anak yatim. Biar lebih mustazab." 

Kami pun semua terdiam. Aku kembali fokus menatap jalanan. Mungkin bukan ranahnya bertanya terlalu jauh, ada saatnya nanti tahu apa maksud pernyataan Pak Ustaz. 

*** 

Kami baru sampai di rumah sekitar ba'da Ashar tadi. Sebelumnya, saat di perjalanan Pak Ustaz sudah menelepon rombongan pengajian untuk datang ke rumah Bella, dan mengundang beberapa anak yatim. 

Sampai akhirnya, semua sudah berkumpul. Ranjang milik Bella sudah dipindahkan ke ruang tamu dan dikelilingi rombongan pengajian. Kebanyakan bapak-bapak dari masjid. 

Tangan gadis itu masih terikat dengan kuat. Kali ini tubuhnya meronta-ronta. Kantung matanya terlihat menghitam. Kasihan .... 

"Assalamualaikum waroh matullahi wabarokatu," ucap Pak Ustaz memberi sambutan. 

Semua serempak menjawab salam. Aku menoleh ke arah Ibu, ia tersedu sambil beberapa kali mengusap air matanya. Ada beberapa ibu-ibu mencoba menenangkan. 

"Saya minta keikhlasannya, agar Bapak dan Ibu di sini ikut mendoakan kesembuhan Neng Bella. Insya Allah, apalagi ada anak-anak titipan Allah di sini. Semoga Allah meridhoi kehadiran kita di sini," jelas Pak Ustaz. Semua serempak menjawab 'amiin'. 

Tetuah di kampung ini pun akhirnya memanjatkan doa. Lantas memberi pengarahan untuk membaca Al-Quran secara bersama-sama. Terdengar suara Bella mulai menjerit-jerit dan mengerang, seperti orang kesakitan. 

Entah kenapa di tengah bacaan ayat suci, kepalaku terasa berputar. Aku memeganginya, berusaha mencari keseimbangan. Semua seperti melayang bahkan lama-lama tubuhku gontai di lantai. Terdengar jeritan, lalu hilang.  Aku yang masih memegangi kepala pun berusaha membuka mata. Akan tetapi ....

Apa? 

Kenapa? 

Kenapa aku berada di stasiun? Bukannya tadi di rumah Bella sedang ada pengajian? 

Jantungku pun terasa berdetak lebih kencang. Aku berada di tempat gelap ini sendirian, hanya di temani suara angin dan  decitan yang entah dari mana suaranya. Perlahan aku melangkah, menyusuri tempat ini agar bisa keluar. 

Sayup-sayup terdengar suara seseorang memanggilku. Dengan perasaan takut—di tengah gelap gulita ini—aku berusaha mencari arah sumber suara. 

Tubuhku gemetar, saat beberapa kali bayangan seperti melintas di sisi kanan dan kiriku. Bahkan, seperti ada angin yang meniup tengkuk. Merinding. 

Suara itu semakin lama, pun semakin dekat. Sampai aku tiba di sebuah gerbong dengan pintu yang terbuka. Aku bergeming sejenak, mengucap bismillah dan memantapkan hati untuk masuk. 

"Ya Allah, semoga ini memang jalan dari-Mu!" ucapku sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. 

Akhirnya aku memasuki gerbong. Belum semput melakukan apa pun, tubuhku mematung seketika. Menatap mereka yang tengah duduk memenuhi kursi. 

Wajah pucat pasi, menatap lurus dengan tatapan dingin. Tidak sampai di sana, keadaan mereka tidak sesempurna seperti tubuh manusia normal lainnya. Ada yang tanpa tangan, kaki, bahkan kepala. 

Ada yang gosong, matanya hilang, telinganya lepas. Semua menatap menatap ke arahku. Ingin sekali menjerit, tapi tenggorokan seperti tercekik. 

Aku mulai berjalan pelan, melewati satu persatu sosok mengerikan itu. Belum lagi bau-bau aneh mulai menyerang, membuat perut terasa mual. 

"Ya Allah, Kau yang menciptakan langit dan bumi.  Begitupun dengan alam manusia dan Jin. Maka, lindungi aku dari segala gangguan. Entah itu yang tampak, atau pun tidak. Aamiin ya rabbal alamin." 

Ada satu hal yang membuatku berani semakin masuk. Yaitu suara rintihan perempuang yang suaranya begitu kukenali. Bisa saja Allah mengirimku ke sini untuk menyelamatkannya. 

Aku terus saja berjalan tanpa menoleh ke kanan-kiri. Bibir tak hentinya melafalkan ayat suci Al-Quran. Beberapa sosok terlihat acuh, ada pula yang berusaha mendekat dengan mengendus tubuhku. Ya Allah, Ya Karim ... ini sangat mengerikan.

Langkahku terhenti tepat di kursi paling ujung. Di sana—wanita yang memakai kemeja—tengah merintih sambil memeluk lututnya. Tak terasa air mataku pun jatuh. 

Dengan sigap tanganku meraih bahunya. Ia meronta seperti ketakutan. "Bella, ini aku. Hayu kita pulang," ucapku dengan air mata yang berderai. 

Akhirnya gadis itu mulai memperlihatkan wajahnya. Ia langsung berdiri dan memelukku erat dengan tubuh yang begitu bergetar. Aku mencoba mengucap bismillah, melewati kembali deretan sosok mengerikan itu, sambil terus melafalkan doa. 

Bella kembali meronta, aku melihat ada sebuah tangan yang menggenggamnya erat. 

"Allahu Akbar," teriakku sembari menarik tangan Bella. Akhirnya sosok itu pun melepaskan cengkeramannya.

Sampai di pintu gerbong, terdengar suara banyak orang mengaji. Bibirku tersenyum lebar, itu pasti suara orang-orang yang mendoakan aku dan Bella. 

Kilatan cahaya mulai terlihat dari arah pintu, aku mulai menarik Bella untuk segera masuk pada cahaya kuning itu. 

****

Aku mengerejap seketika. Terbatuk-batuk, merasa tenggorokanku begitu kering. Samar-samar terdengar orang mengucap Alhamdulillah secara bersamaan. 

"Ya Allah, Neng. Kamu kembali!" teriak ibu dari sahabatku itu. Ia langsung memelukku. Perlahan penglihatanku pun mulai jelas. Ternyata aku sudah berada di rumah lagi. 

Sepersekian detik, Bella pun terbatuk. Semua orang menghampirinya, begitu pun dengan Ibu yang langsung melepaskan pelukanku. Ia mengucap asma Allah beberapa kali. Ayahnya Bella langsung mengambil segelas air, dan menyodorkan pada putri kesayangannya. 

"Alhamdulillah, ya Allah. Gusti ...." 

Aku ikut bersyukur karena Bella telah kembali. Apalagi melihat kedua orang tuanya bahagia. 

Hari demi hari kami lewati kembali seperti biasa. Hanya saja, Bella belum bisa seutuhnya sadar seperti sedia kala. Trauma yang dialaminya begitu berat. Akhirnya Pak Ustaz menyarankan untuk ruqiah dan melakukan pengobatan secara medis. Namun, kami tetap bersyukur, bahwa Bella bisa kembali normal. 

Terkadang, mitos itu merupakan hal yang sulit untuk dipercaya. Namun, semua kembali pada diri masing-masing. Sudah jelas, Allah menciptakan bumi beserta isinya. Maka, sebagai manusia harus senantiasa melibatkan Allah di mana pun kita berada. Berdoa, niscaya Allah akan melindungi. 

Tamat
Previous Post
Next Post

0 komentar: