DIJUAL SUAMI
#Dijual_suami
21+
Part 4
Lama berada dalam dunia hitam. Membuatku semakin profesional. Aku semakin mahir mencari uang dan memilih tamu yang royal.
Setiap tamu yang datang itu berbeda-beda, ada yang royal ada pula yang pelit. Jadi harus pintar menandai orangnya. Daya ingatku cukup kuat, itu bisa menyelamatkan aku dari para hidung belang yang pelit.
***
Malam itu malam minggu. Pastilah sangat ramai tamu yang datang. Tugasku di klub malam. Menemani para tamu minum. Jika ingin berlanjut ‘ngamar’ harus ada transaksi khusus. Namun tidak semua tamu yang datang ingin begituan.
Sebagian mereka hanya ingin minum, atau sekedar melepas penat. Sebagian lagi karena tidak betah di rumah. Ada juga yang datang karena ingin ‘curhat’. Iya curhat, menurut mereka curhat kepada kupu-kupu malam seperti kami malah lebih nyaman. Tanpa takut cerita atau rahasianya bocor. Tentu saja, toh kami juga tidak mengenal orang-orang yang dekat dengan mereka.
Seperti om Indra, dia selalu datang hanya untuk ditemani minum dan cerita. Dia merasa tidak betah di rumah. Istrinya hanya sibuk dengan urusan sosialitanya. Tanpa pernah mau mendengarkan tentang keluh kesah suaminya.
Lain lagi om Beni. Dia hanya pegawai biasa. Karier istrinya lebih bagus daripada dia. Sebab itu sangat sibuk dengan pekerjaan, hingga tak begitu peduli pada suami dan anak. Semua urusan diserahkan kepada pembantu. Bahkan tak pernah bertanya jika om Beni tak memberi nafkah. Katanya, ia iri melihat istri temannya yang selalu berada di rumah. Meski tak bekerja penghasilan pas-pasan, tapi mereka rukun-rukun saja. Pulang kerja disambut istri dengan dasternya.
Ada-ada saja perangai para lelaki itu. Ada yang mengeluh karena istrinya tak pandai merawat diri. Ada pula yang ingin istrinya jadi wanita biasa saja.
Ah, entah lah. Tugas kami hanya mendengarkan dan menghibur saja. Selebihnya hanya angin lalu bagi kami. Laki-laki itu seperti anak kecil. Wadahnya saja yang dewasa, kenyataannya mereka ingin selalu dimanja. Saat mereka tak menemukannya di rumah, maka mereka akan mencarinya di luaran sana.
Aku sendiri lebih senang menemani tamu lokal. Selain tidak suka macam-macam, pastinya aku bisa berkomunikasi dengan baik. Meskipun terkadang, sekali-sekali aku mau juga menemani tamu asing. Dari bule, Arab, India, sampai yang berwajah oriental. Biasanya dengan mereka kami hanya menggunakan isyarat tanpa harus bicara.
Entah sampai kapan aku begini. Terkadang jengah dengan semua yang ada. Tak pernah lagi kurasakan tertawa lepas tanpa beban. Yang ada hanya tawa yang dibuat-buat.
Merasa paling bahagia, padahal hati semakin lama semakin mati. Tak jarang terbesit untuk mengakhiri hidup. Untuk apa aku diciptakan jika untuk menderita. Lebih baik mati. Toh, tak akan ada yang kehilangan. Tak akan ada yang bersedih. Tak akan ada yang mencari. Mati pun mati sendiri.
Saat sedang asyik bergurau dan bercanda dengan pelanggan. Tiba-tiba Sheilla datang memanggil.
“Patricia ...”
Patricia adalah nama bekenku, kak Iyen yang memberikan. Seperti Wati yang lebih dikenal sebagai Vany. Sedangkan Sheilla sendiri nama aslinya adalah lela.
“Ada apa, Seil”? sahutku.
“Ada yang nyari.” Sambil berbisik ia menyampaikan. Kuat-kuat juga percuma, kalah dengan suara musik Dj.
“Siapa?” tanyaku penasaran.
“Gak tau aku. Dari tadi mau masuk tapi enggak dikasi penjaga. Dia nyari cewek namanya Pipit.”
“Siapa sih, Sheil?” Aku makin penasaran.
“Ya enggak tau lah. Udah sana jumpai.”
Dengan malas aku bergegas. Sheilla menggantikan posisiku menemani tamu. Sesampainya di depan pintu. Kulihat kedua penjaga sedang adu mulut dan menghadang seorang pria. Aku dekati untuk memastikan siapa laki-laki itu.
Astaga, dia ....
Kenapa dia kemari?
Bersambung. Part 5
0 komentar: