Monday, September 28, 2020

Cerpen Misteri Kerasukan Dedemit Gunung Salak Part 2


"Siapa kamu ini sebenarnya?", tanya Jawir yang memang paling senior dari kami. Keni tertawa dan menyeringai. "Aing nu boga tempat ieu! (a

Saya yang punya tempat ini!)", jawabnya dengan suara bariton yang berat milik laki-laki. "Kami mohon maaf apabila berbuat kesalahan. Tapi tolong bebaskan teman kami ini. Dia tidak tahu apa-apa", bujuk Jawir.

Keni hanya diam. Anehnya, beberapa saat kemudian Keni berubah tenang. Namun, ketika aku memintanya istirahat di dalam tenda, tiba-tiba Keni kembali lagi berteriak dan meronta-ronta. Sontak Jawir mendekap tubuh Keni. Bahkan karena takut terjadi sesuatu, kami bersepakat mengikat kaki dan tangannya. Ya, kami takut Keni akan lari dan masuk jurang.

Sampai pagi harinya, kami tidak tidur, hanya menunggui Keni yang sebentar-bentar kerasukan dan mengamuk. Namun, karena schedule harus dilaksanakan, maka kami harus berkemas untuk menuju lokasi berikutnya. Kali ini rute yang kami tempuh sangat sulit. Hujan yang turun mengakibatkan jalan setapak becek dan licin, sehingga kami harus ekstra hati-hati.

Karena sulitnya medan, perjalanan kami jadi sangat lambat dan melelahkan. Akhirnya kami memilih berhenti ketika melihat Keni tiba-tiba terjatuh. Beberapa peserta lelaki membopong tubuh Keni yang terjatuh. Anehnya, Keni meronta-ronta sambil mendengus seperti seekor harimau. "Aku suka dengan anak ini!", kata makhluk itu dengan suara sangat menakutkan.

Kami kembali sibuk mengurusi Keni. Rupanya demit ini menyukai Keni dan selalu mengikutinya. Dengan sisa-sisa keberanian, para senior bergantian mengintrogasi si demit yang tentu saja dengan bahasa Sunda. Akhirnya, diketahui mengapa demit itu selalu mengikuti Keni. Rupanya, Keni telah membuang bekas pembalutnya sembarangan.

Demit tersebut sangat bandel, tidak bisa disuruh keluar. Hal ini memaksa Sapri, senior yang mengerti spiritual mengusir dengan doa-doa. Tetapi tetap saja demit itu bersemayam di tubuh Keni. Aku yang tak tega melihat Keni, langsung membacakan doa-doa di telinganya. Ketika baru selesai, tiba-tiba mata Keni melotot ke arahku sambil tertawa dengan suara lelaki yang menyeramkan.

"Kamu gadis cantik sekali...!", kata demit yang bersemayam dalam tubuh Keni. Sontak aku menjauhi Keni, karena dia sepertinya ingin menyentuhku. Dengan sigap pula Ema, teman seniorku, langsung menutup mata Keni karena pandangannya tak lepas dariku. Karena keadaan Keni yang tambah buruk, pendakian akhirnya kami tunda. Kami pun kembali membuka tenda. Jadwal yang telah disusun tidak terlaksana dengan baik.

*****

Pagi harinya, tepatnya hari ketiga, kami kembali lagi berkemas untuk menuju lokasi berikutnya. Sebelum berangkat, Hendi, teman kami, melihat ada seekor anjing berbulu putih di balik semak-semak. "Aneh, kok ada anjing hutan menghampiri tenda kita?", tanya Hendi. "Mungkin saja dia mencium makanan yang kita bawa", jawab Sapri. 

Tanpa menaruh curiga, kami pun segera melanjutkan pendakian. Kali ini pendakian benar-benar sulit. Selain cuaca yang tidak mendukung karena hujan turun dengan lebatnya, juga kondisi peserta yang mulai kurang fit. Hal yang tidak masuk akal, di tengah perjalan dan derasnya hujan yang memaksa kami harus ekstra hati-hati itu, aku dikagetkan dengan kemunculan Keni yang tiba-tiba berjalan dengan cepat dan sudah berada di depanku. 

Bersambung...

Previous Post
Next Post

0 komentar: