Saturday, September 5, 2020

CERPEN Cerita Misteri Santet Part 1

Terdengar seperti kilatan petir yang menyambar dari atas rumah. Aku yang sedang duduk bersantai di depan televisi tersentak kaget. 

Karena penasaran, aku keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Namun semua nihil, seperti tak terjadi sesuatu apapun. Bahkan setelah ku tanya paman dan bibi, mereka tak mendengar  suara apa-apa.

Terdengar batuk Ayah dari dalam kamar, membuatku segera bergegas masuk. Ayah sudah sebulan sakit dan tak kunjung sembuh.

Beberapa kali Ibu mengusahakan pengobatan lewat jalur medis dan nonmedis, namun sama sekali tak membuahkan hasil. Kondisi ayah makin hari semakin memprihatinkan.

Betapa terkejutnya setelah sampai di kamar ayah. Dibawah tempat tidurnya, terdapat lubang seperti bekas benda berat yang terjatuh.

Tiba-tiba Ayah kembali batuk dan memuntahkan darah segar. Tak terasa aku menitikkan air mata sambil terus mengelap wajah ayah. Tak ku pedulikan lagi lubang itu, mungkin hanya kebetulan semata.

Sedangkan Ibu, selalu pulang larut malam. Maklumlah, sejak Ayah sakit semua beban ekonomi keluarga dipikul oleh Ibu. 

***
Namaku Lila, anak tunggal dari pasangan Romli dan Welni. Ayahku seorang sopir, namun setelah penyakit itu datang kondisi ekonomi kami menurun drastis.

Berawal dari pertengkaran, Ayah tiba-tiba jatuh sakit. Makin hari semakin parah, bahkan jika diusahakan dengan melewati orang pintar maka penyakit Ayah makin menjadi.

Kini tubuhnya tinggal kulit membungkus tulang. Aku belum siap jika harus menerima kenyataan ditinggalkan seorang Ayah.

"Relakan Ayahmu ya nduk," ucap Ibu suatu hari.
"Nggak Bu, Lila nggak sanggup," ucapku sambil menangis dan terus berdoa untuk kesembuhan Ayah.

Rupanya Allah mengabulkan doaku, Ayah kembali sedikit membaik. Ku ucapkan syukur berkali-kali sambil memeluk tubuh ayah yang melemah.

Hampir setiap hari ada tetangga yang datang menjenguk. Mereka membawa gula atau beras, namun semua dijual oleh ibu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Desas desus sakit Ayah mulai tersebar. Tetangga ada yang bilang kalau Ayah terkena santet atau guna-guna dan yakin jika yang melakukannya adalah keluargaku sendiri.

Bak disambar petir di siang hari, tentu saja aku tak mempercayai mereka. Orangtuaku memang berselisih dengan paman, tetapi tidak mungkin juga dia nekad ingin membunuh adiknya sendiri.

Paman dan Bibi merupakan orang yang ahli ibadah, rasanya mustahil jika melakukannya. Berbagai pertanyaan melintas di pikiranku, mencari dalang dari  semua ini.

Saat tengah melamun, ponselku berdering. Rupanya ada panggilan dari Faisal, sahabatku. Dia mempunyai kelebihan, mungkin dia bisa memberikan solusi.

Segera aku menyuruhnya datang saat weekend, kebetulan dia bekerja di ibukota jadi tidak sembarang hari bisa datang.

***
Tibalah Minggu tiba, Faisal memenuhi janjinya. Setelah melihat kondisi Ayah dan mencoba mengobati dengan doa, dia mengajakku keluar rumah.

"Gimana Cal?", ucapku penasaran.
"Hhhmm, maaf Lil. Sepertinya ayahmu kena penyakit kiriman," ucapnya sendu.
"Apa?" teriakku kaget.
"Di halaman ini, pas lurus pintu rumahmu terdapat bungkusan benda teluh. Bahkan ada di semua penjuru mata angin rumah ini," ucapnya sedikit berbisik.
"Tolong Cal, kasi tau letak persisnya biar aku gali," pintaku.
"Nggak semudah itu Lil, maaf aku juga nggak sanggup untuk mencabutnya," ucapnya lagi.
"Terus harus gimana Cal?" tanyaku kecewa.
"Rajinlah sholat dan terus berdoa kepada Allah," jawabnya singkat.
"Baiklah, tapi apa kamu tahu pelakunya siapa?" tanyaku selidik.
"Sepertinya keluarga dekatmu Lil, tapi maaf aku nggak bisa menyebutkan namanya," ucapnya sesal.

Seketika darahku naik hingga ke ubun-ubun, tak salah lagi ini pasti perbuatan paman. Hanya dia yang selalu berselisih dengan Ayah.

Aku mengepalkan tangan, aku ingin segera melabraknya demi kesembuhan Ayah. Namun Faisal selalu menyuruhku untuk bersabar dan tidak gegabah.

Akhirnya Faisal pamit karena besok harus masuk kerja. Ku anggukkan kepala sambil mengantarnya hingga jalan raya.

Kini tak bisa ku tahan lagi amarah yang menggemuruh dalam dada. Tak ku hiraukan saran dari Ical, meski aku perempuan tapi aku berani demi sebuah kebenaran.

Tanpa mengucapkan salam, aku menerobos masuk rumah paman. Mereka rupanya sedang asyik bercanda, sedangkan keluargaku dibuat hancur karenanya.

"Loh, ada Lila. Ada perlu apa nduk?" tanya paman kaget.
"Nggak usah basa-basi deh paman. Paman kan dalang dari semua ini!" teriakku lantang.
"Maksudmu dalang apa Nduk?" tanyanya heran.
"Nggak usah sok deh, paman kan yang nyantet ayah?" tanyaku penuh emosi.
"Astagfirullah Nduk, buat apa paman melakukan itu? Kamu ada bukti?" cercanya.
"Inget ya Naki, kalau sampai ayahku nggak sembuh lihat sendiri akibatnya!" ancamku.

Setelah itu aku langsung keluar rumahnya dengan emosi. Beberapa kali istri paman berusaha menggapai tanganku, namun segera ku tepis.

Mereka telah membuat Ayah sakit, hal yang tak dapat ku tolelir lagi. Dengan penuh deraian air mata, ku tinggalkan rumah penyantet itu.
Previous Post
Next Post

0 komentar: