Setelah selesai merokok dan selesai memakan beberapa cemilan kami semua kembali berdiri lalu melanjutkan perjalanan. Namun, baru beberapa meter kami berjalan naik, kejanggalan yang lain muncul.
Di jalan setapak yang kami jajaki di hampir setiap rumput pinggir jalan setapak tersebut terdapat kunang-kunang yang berjajar menerangi jalan setapak yang kami lewati,
Kami terus berjalan dengan mulai sedikit merasa bahwa ada yang janggal dengan perjalanan pendakian malam Jumat ini,
Namun masih belum terlalu meghiraukan dan masih berjalan dengan bercanda tawa.
Setelah beberapa lama berjalan dari pos 1 Kami semua mulai kebingungan dengan jalan setapak yang mulai menyabang-nyabang seiring hutan yang semakin lebat dan rapat, yang membuat aneh adalah bahwa diantara kami berenam, Irgi, Amad, dan Adul sudah pernah mendaki gunung ini beberapa kali sebelumnya, namun mereka juga merasa kebingungan dengan jalan yang kami lalui ini.
Mereka bertiga bilang,
"Teuing euy poek, Asa beda jalan na" (Bingung duh gelap, kaya beda jalannya)
Agan dan Saya pun mulai merasa jengkel karena menyangka Irgi, Adul dan Amad pelupa padahal Irgi belum lama mendaki ke Gunung Malabar ini.
Namun Kami tetap berusaha berpikir dingin dan rasional, mungkin karena ini memang perjalanan malam pertama mereka ke Gunung ini, jadi memang aga sulit untuk bernavigasi darat.
Lalu Kami pun terus berjalan dengan perasaan dan pikiran yang mulai agak ragu,
“Apakah jalan yang kami lalui ini jalan yang benar untuk bisa sampai ke puncak?” mengingat cabang jalan setapak yang kerap kali kami temui.
Kami terus berjalan sambil terus bercanda tawa berusaha mencairkan suasana dari keraguan dan rasa takut yang mulai muncul seiring memasuki hutan yang semakin lebat, gelap, dan semakin rapat.
Mengingat karena sebenarnya Gunung Malabar ini belum menjadi Gunung konvensional atau Gunung yang dikelola Sebagai tempat wisata, Jadi Gunung ini masih cukup jarang dikunjungi pendaki dan tentu hutannya masih cukup asri jika dibandingkan Gunung-Gunung konvensional atau Gunung wisata.
Langit cukup cerah malam itu dengan bulan purnama yang terlihat bersinar terang dilangit dan taburan bintang-bintang yang bisa Kita lihat sebelum memasuki hutan tadi sekarang mulai tidak terlihat, tertutup pohon-pohon di dalam hutan yang semakin rapat dan membuat suasana mulai mencekam, mengingat Kami masih ragu dengan jalan yang kami lalui ini, apakah memang jalan yang benar atau salah untuk bisa sampai ke puncak.
Ditambah lagi suara besi yang tadi kami dengar di beberapa menit ketika awal pendakian masih terdengar jelas padahal sudah sekitar 2-3 jam kami berjalan, suara motor statis yang Kami dengar di pos 1 tadi pun masih terdengar tidak menjauh dan tidak mendekat apalagi menghilang, dan kunang-kunang yang sedari tadi Kami lihat berjajar di setiap pinggiran jalan setapak yang kami pijak masih terlihat dengan nyala yang berwarna khas, bahkan rasanya terlihat semakin banyak, satu dari dua headlamp yang Kami bawa mulai error dan seringkali mati nyala sendiri, dan satu-satunya senter yang Kami bawa sudah dalam keadaan sangat redup dan sudah tidak memungkinkan untuk digunakan menerangi perjalanan.
Kami memutuskan untuk mengeluarkan Handphone masing-masing yang kami bawa dengan maksud untuk menyalakan senter flash untuk membantu menerangi perjalanan sebagai ganti headlamp dan senter kami yang sudah tidak dapat digunakan, sedangkan Headlamp yang masih menyala cukup normal milik Saya digunakan oleh Kipot.
Saya semakin merasa janggal dengan perjalanan ini, namun tidak ingin banyak bicara dan membuat suasana perjalanan semakin mencekam.
Bersambung...
0 komentar: