Wednesday, July 22, 2020

CERPEN Kisah Nyata Suntik KB

Suntik KB

"Udah siap belum, Dek?" tanyanya sambil mendekap tubuhku dari samping.

Aku menggeleng lemah, memberi jawaban yang sama tiap ia mendekat dalam satu selimut, saat malam semakin larut.

Ia menatap kecewa, lalu bangkit dari tempat tidur.

"Mas?" Panggilanku tidak diacuhkan. Ia langsung berlalu keluar kamar, meninggalkan bunyi hempasan pintu yang membuatku tersentak. Serba salah.

Sudah hampir tiga bulan, aku tidak bisa melayani kewajiban sebagai istri. Bukan tak mau, tapi Mas Langgar yang enggan mendekat.

Tiga bulan yang lalu, aku suntik KB di klinik. Bermaksud menyenangkan Mas Langgar, karena selama ini ia cukup menahan keinginan yang semua suami harus tuntaskan, tapi tertahan hanya karena ingin menunda kehamilan.

Namun ternyata berbanding terbalik. Tiga hari setelah suntik KB, membuat darah ini tak berhenti keluar. Tidak seperti menstruasi pada umumnya. Mas Langgar menjauh, meski sudah kujelaskan berulang kali bahwa aku tak apa, halal bila melakukan apa yang ia pinta.

Sinar lampu ruang dapur terhalang tirai ruang tamu, remang kulihat Mas Langgar meringkuk di sofa. Aku berjalan mendekat, duduk berjongkok di depan tubuhnya, tanpa berniat menghidupkan lampu ruang tamu terlebih dahulu.

"Mas?" Usapan kecil tanganku pada rambutnya mendadak dicengkeram Mas Langgar, membuatku sedikit tergagap karena kaget.

"Tidurlah, Ratih. Mas tak ingin mengganggu." Tatapan mata itu memerintah, cukup tegas meski kilau matanya sedikit gundah.

Cukup lama kami saling diam. Hingga akhirnya aku beranjak ke kamar, setelah mengecup kening Mas Langgar.

.

Merasa bersalah, tentu. Aku tahu Mas Langgar uring-uringan. Ia menganggap aku sakit, libur seperti yang wanita alami tiap seminggu dalam satu bulan. Mungkin ia jijik, atau tidak tega, entahlah.

Pintu kamar diketuk, aku menajamkan pendengaran saat suara Mas Langgar terdengar dari balik pintu.
"Ratih, Mas keluar sebentar. Cari angin."

Deru motor terdengar dari luar. Mas Langgar pergi. Padahal ini sudah jam sepuluh malam.

Malam semakin larut. Berkali-kali aku keluar masuk kamar, menggenggam ponsel di tangan. Kali ini memberanikan diri untuk menelepon nomor kontak di urutan paling pertama.

"Hallo."

"Sebentar lagi Mas pulang!" Lalu sambungan telepon diputus sepihak. Air mataku luluh lantah, aku tak salah dengar, ada desahan wanita di seberang sana, saat Mas Langgar menutup telepon.

Ponsel kembali bergetar, berkedip-kedip di bawah remang ruang tamu. Aku membuka pesan yang masuk berderet.

[Mbak, belum tidur?]

[Mbak, Ula cuma mau mengingatkan, seminggu lagi jadwal suntik KB]

[Jangan lupa, ya.]

Aku melempar ponsel. Hancur bersepai. Kalau bukan karena suntik KB, pasti tidak akan seperti ini.
_____________________
Ditulis oleh ✍️
HS Nasution
Previous Post
Next Post

0 komentar: