"Jam segini dandan memang mau ada acara apa, Dek?"
"Begini, Mbak. Di tempat kami mau ada acara menyambut kedatangan seorang Waliyullah."
"Ooo ... mau ada pengajian?"
Si gadis tak menjawab. Hanya tersenyum. Kusudahi pertanyaanku. Sudah dua gadis yang selesai kurias, tinggal seorang yang paling jutek. Nah saat merias gadis ini aku mulai merasa ada sesuatu yang ganjil. Kulit wajah gadis ini sangaaaat dingin. Dia sesekali melirikku dengan tatapan yang ... Piye ya, serem pokokmen.
Buru-buru kutepis pikiran buruk. Ah, pasti ini hanya perasaanku saja. Mungkin karena malam ini cuaca memang dingin dan mereka tadi selama di mobil menyalakan AC makanya kulitnya anyep.
Akhirnya ketiga gadis itu selesai kurias. Si gadis juru bicara tadi bilang begini, "Waaah, bagus banget riasannya, Mbak. Aku suka. Makasih ya Mbak sudah membuat kami jadi cantik."
"Iya, Dek. Sama-sama. Jangan kapok ya, lain waktu mampir lagi."
"Iya, Mbak. Pasti. Nanti aku bilang ke teman-teman deh, kalau mau merias ke Mbak Ayu saja." Waaah, hatiku berbunga-bunga doonk. Alhamdulillah ada yang mau promosiin riasanku.
"Tapi aku belum bisa bayar sekarang, Mbak. Bagaimana?" tanyanya lagi.
"Ya wes gak apa-apa, Dek. Nanti bisa tranfer kok." Sampai di situ, aku masih tak berpikir aneh-aneh. Ya ... Walau ada rasa sedikit kecewa karena kerja tak langsung mendapat hasil tapi aku tetap berusaha ikhlas. Toh selama ini memang ada yang begitu, pagi minta dirias, sore atau siangnya baru transfer. Wajar, mungkin mereka tak punya M-Banking.
Akhirnya mereka berdiri untuk berpamitan. Satu per satu menyalamiku. Lagi-lagi aku dibuat terkesima, telapak tangan mereka lembuuut dan sangat dingin. Aku sampai merinding.
Kuantar mereka sampai teras. Setelah berjalan beberapa langkah, si gadis jubir kembali menoleh ke arahku seraya berkata, "Kalau lewat depan rumah kami, mampir ya, Mbak. Kami tinggal di Karet Bivak."
Lalu, plassh ... mereka hilang dari pandangan. Aku? Ndomblong, bengong maksimal. Tapi gak ada yang namanya rasa takut. Yang kepikir cuma Karet Bivak. Pikiranku seperti kosong gak bisa langsung mencerna. Pas masuk rumah dan mengunci pintu pun yang ada dalam kepala yo cuma Karet Bivak. Rak aneh to?
Sampai akhirnya aku masuk rumah duduk di kursi lalu Astaghfirullahal adzim, berulang kali aku istighfar sambil mengusap wajah. Kok bisa aku gak sadar kalau mereka bukan manusia?
Karet Bivak itu kan nama kuburan. Memang sering kulewati kalau aku hendak pergi belanja bahan ke Tanah Abang. Ya Allah, La hawla walaa quwwata illa billah. Berulang kali kuucapkan kalimat itu.
Sampai akhirnya aku merasa ada yang mengguncang-guncang tubuhku, "Buk, ayo bobok di kamar. Mbak takut."
Ya Allah, kok aneh begini? Aku benar-benar kebingungan. Tadi aku mimpi atau tidak? Kalau mimpi, bagaimana mungkin aku menyadari semua yang terjadi. Apa yang kualami barusan sangat nyata. Beauty case ku terbuka dan isinya berceceran memang seperti habis dipakai.
Namun kalau nyata, kok aku bisa ketiduran di ruang tamu? Bukannya aku tadi tidut di kamar bareng anak-anak?
Bersambung...
0 komentar: