Waktu terus berjalan kesunyian hutan mulai terasa yang di sertai gerutuan kami yang tak bisa terima melihat keadaan yang sungguh menjengkelkan. Makin dinginnya hawa hutan belantara dengan lamanya kami beristirahat. Tak berselang lama bertemulah kami dengan para pendaki yang akan turun.
“Aa.. Punten nyak sadayana”. ucap kelompok pendaki yang akan turun.
“Iya mangga – mangga A”. Ucap kami yang saat itu akan melanjutkan pendakian.
Akhirnya dengan sabarnya kami melanjutkan perjalanan yang hampir dekat dengan kawah ratu. Sesampainya kita disumber air yang begitu deras dengan bentuk tanah yang landai dan luas, Reza mengadakan kompromi dengan kita semua.
“Begini, waktu kita gak bakal cukup untuk sampai keatas karena kita butuh waktu 2 jam untuk sampai ke atas sedangkan ini aja udah sore masih 30% perjalanan nanti saat diatas pun gak akan ada air seperti aliran seperti ini karena diatas Cuma ada pepohonan sekalipun kalian mau ngambil air harus turun kebawah melewati kawah ratu. Tapi dengan resiko yang berbahaya karena Asam Sulfida yang dihasilkan dari kawah akan sangat berbahaya jika menjelang malam ”. Ucap Reza dengan begitu serius menatap kami semua.
“Emang gak bisa dekat dengan kawah apa Za?” Tanya Desta.
“Enggak bisa Cuy, bakalan berbahaya bagi kita bila terlalu dekat dengan kawah yang ada di hutan mati”. Jawab Reza dengan menatap Desta penuh yakin.
“Yaudah Bang Reza disini aja kita sementara ngecampnya untuk lanjutkan perjalanan besok lagi”. Ucap kami saat itu walau setengah kecewa.
Tak berselang lama dari kompromi kami, Nova tiba – tiba merasakan pusing di kepalanya yang disertai rasa sakit sehingga memaksa kita untuk ngecamp di tempat ini sesuai hasil kompromi. Kemudian,kami diajari oleh Reza, Dayat, dan Deki untuk membangun tenda. Sedangkan kaum wanita menyiapkan makanan untuk makan dan ngemil untuk kami hingga waktu menjelang senja. Saat tenda sudah dibangun dan makanan kecil seperti snack dan kopi telah disuguhkan, kita pun mengobrol 1 sama lain sambil berkenalan dan membagi pengalaman. Tak berselang lama, Rijal yang sedang duduk disamping memberikan usulan padaku.
“Jan, waktu menjelang Magrib dan sebentar lagi akan tiba waktu shalat gue punya usul”. Ucap Rijal yang berada disampingku.
“ Apa tuh Jal ?”. Tanyaku dengan serius.
“Gini, sebelum shalat kita Adzan yuk ? Loe mau gak soalnya tempatnya cukup landai buat Shalat Berjama’ah. Jawabnya dengan Bijak.
Sejenak ku berfikir melihat situasi di alam liar yang bergitu sunyi, sepi, minim penerangan, terselimut kabut tebal yang cukup mendinginkan suasana, membuat aku ingin bersyukur atas nikmat Tuhan yang menciptakan alam seindah ini. Maka dari itu, Aku berniat mengumandangkan Adzan untuk pertama kalinya saat pendakian pertamaku disini.
“Allahu Akbar Allahhu Akbar”. Kumandang Adzanku saat Senja itu.
Ternyata usulan Rijal untuk mengumandangkan adzan membuat teman – temanku ingin ikut Shalat berjama’ah padahal saat itu hanya kami berdua yang berniat untuk Shalat. Maka, kami pun berniat menggunakan matras tambahan untuk shalat yang di Imami oleh Rijal sendiri saat itu.
Senja berganti malam atap langit yang jingga kini menghitam disusul suara jangkrik dan hewan malam serta derasnya air sungai menambah keseruan malam yang sebenarnya begitu mencekam. Deki dan Rury berniat mencari kayu untuk membuat api unggun agar menghangatkan tubuh dimalam yang dingin. Tak lama kemudian, Deki dan Rury yang merayap di semak – semak telah mengumpulkan beberapa batang kayu yang sedikit basah untuk dibuat Api Unggun.
“Dek, Rur, Loe ngumpulin kayu basah begini emang bisa nyala ?” Tanya Reza yang memperhatikan mereka dari tadi.
“Ya bisalah Bang, kita coba dulu usaha aja belum, oh iya punya minyak tanah Bang?” Jawab Deki dan disusul Rury bertanya pada Reza.
“Gak ada Rur, Loe kira gue Tukang Minyak, ada nih gas portable Loe Bakar aja”. Jawab Reza yang sambil ngebanyol.
Sontak anak – anak tertawa terbahak - bahak yang pada akhirnya Reza membantu Deki dan Rury untuk menyalakan api unggun dengan menggunakan sepucuk kertas. Dengan sabar hingga waktu Isya menjelang akhirnya api pun mulai menyala dan Aku mengumandangkan Adzan kembali.
“Jal, gue yang adzan lagi ya ?” soalnya kalau subuh Gue gak bisa nada adzan yang Assolatu khoiruminnan Naum. Tanyaku dengan penuh semangat.
“Ok Jan, siap” jawab Rijal sambil tersenyum.
Tak berselang lama saat Adzan dan Shalat telat di tunaikan, Kiki yang sebelumnya bosan dengan selalu didalam tenda akhirnya menampakkan dirinya keluar sambil menikmati api unggun. Dan berkatalah ia padaku.
“Jan, maaf – maaf ya Lu gak takut ngumandangin adzan di tengah hutan ini ?” Tanya dia padaku dengan serius.
“Tidak, malah aku bersyukur karena tak ada tempat yang begitu indah selain alam bebas yang diciptakan Tuhan. Udah tenang aja loe nya gak akan ada apa – apa kok buktinya Reza juga gak melarang kok”. Jawabku dengan yakin padanya.
Tak lama kemudian aku ambil senter dan menerangin tempat disekitar untuk melihat hijaunya pohon – pohon. Kejanggalan mulai terjadi, aku melihat daun yang seperti lidah buaya bergoyang sendiri dengan pelannya, padahal tidak ada angin yang berhembus dan puluhan daun disekitarnya hanya terdiam. Sontak aku mematikan senter dan berkumpul kembali dengan teman – temanku tanpa bicara sedikitpun dengan apa yang aku lihat aku mulai mengalihkan perhatian agar aku tenang.
Setelah berapa menit, Rijal masuk tenda untuk mengambil handy cam nya berharap ada yang bisa disorot malam ini karena terinspirasi dari Film Paranormal Activity. Walaupun anaknya begitu Religius ternyata yang aku lihat di penuh dengan rasa ingin tahu yang membuat aku dan Ali penasaran.
“Jal loe punya handy cam ya? Nih gue ada Tripod pake aja lu pasang semalaman seperti Paranormal Activity. Siapa tahu aja seru ada yang nampak sekelebat dicamera”. Usulku saat itu.
Saat handy Camp telah ON maka Ali yang penasaran terus memandangi situasi sekitar yang gelap tetapi terlihat di Handy Camp dengan Mode Infra Red. Aku pun duduk kembali di api unggun bersama Rijal dan Ali. Kami disaat itu bernyanyi ria, mengobrol dan ada pula yang membuat minuman hangat. Hingga ada yang bermain Gaple saat itu untuk membuang rasa jenuh.
Saat waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB dengan kaget Kami sejenak terdiam setelah Bara api yang dari kayu terletak dibawah tanah, menggelinding ke atas sehingga menghancurkan bara api yang sudah tertumpuk. Maka berserakanlah bara api itu disusul dengan pertanyaan dari kami semua.
“Dek, lu lihatkan kok bisa ya bara api yang ada dibawah langsung naik ke atas?” Tanya Dayat yang masih bengong.
“Iya Day, gue juga lihat apa yang salah dari kita ya Day kita kan datang penuh dah izin dan permisi”. Jawab Deki yang merasa takut saat itu.
Setelah mendengar pembicaraan mereka Husna yang kaget melihat itu langsung masuk ke dalam tenda sambil masuk ke dalam SB. Reza, Dayat, Rury, Ali, dan Rijal langsung masuk ke tendanya masing – masing. Dengan penuh takut mereka ada yang langsung tidur dan ada pula yang ikut bermain gaple dengan Ku, Desta, dan Kiki. Mereka itu adalah Reza dan Dayat menceritakan semua apa yang terjadi diluar.
“Mereka tak suka dengan kita yang lama – lama mengobrol diluar mungkin terganggu”. Kata Reza sambil tersenyum.
Aku yang bermain gaple saat itu langsung merenung dan berfikir daun yang tadi aku lihat bergoyang sendiri ternyata benar bukan karena gejala alam tapi apa karena mereka merasa terganggu ? Lalu bagaimana dengan handy cam yang terpasang. Tapi ya sudahlah Besok akan ditemukan jawaban dalam handy cam itu.
Teror masih mengintai, Erlin yang berada dekat dengan Nova tidur merasakan ada yang menggaruk tenda di luar, wujudnya seperti manusia dengan tangan yang hitam bercakar dan berbulu. Erlin pun terbangun karena terganggu mendengar suara seperti geraman dan tangan yang meraba kain tenda.
“Sreet….sreeet… arrr…hmm…arrrr”. Bunyi semakin mengganggu nya
“Nov, Nov, Itu apa Nov disamping gue ?” tanya Erlin sambil membangunkan Nova yang tertidur.
“Manaaa….? Gak ada apa – apa Lin, mangkanya tidur baca Ayat Kursi 3x. Jawab Novan yang tidur kembali.
Udah Lin Loe mau tukeran tempat gak ? Biar gue yang disitu. Kata Wina menawarkan posisi tidurnya.
Iya Win, makasih ya. Kata Erlin sambil berpindah tempat.
Pukul menunjukkan Jam 3 Pagi ternyata Reza dan Desta yang tidur diluar Tenda mendengar Suara Pendaki lain yang meminta Tolong, arahnya dari Kawah Ratu. Dengan teriakan Ala pendaki profesional “Kyuuu, kyuuu,” maka mereka mendengar sejenak jawaban mereka. Maksudnya kalau mereka merespon teriakan tersebut maka benar mereka pendaki yang tersesat atau yang membutuhkan pertolongan. Karena golongan makhluk halus tidak akan bisa berteriak seperti itu.
“Za, gak ada jawaban ? jangan jangan ada apa – apa lagi”. Kata Desta dengan penuh khawatir.
“Sebentar Des, dengarkan dulu responnya, resiko terlalu besar kalau kita nekat menemui nya ini alam liar begini, ada hewan nokturnal di sekitar sana. Singkatnya masih ada Macan Kumbang yang berkeliaran di malam begini untuk mencari mangsa”. Kata Reza yang siap siaga.
Akhirnya Reza dan Desta memutuskan untuk menemui mereka walaupun belum dapat jawaban dari pendaki itu sambil meneriakkan suara itu. Maklumlah Reza dan Desta adalah para pendaki yang begitu profesional belum lagi selalu aktif dalam berorganisasi sama seperti Wina yang aktif berorganisasi. Maka, meraka tahu situasi dan kondisi dalam hutan yang berselimut misteri.
Pagi pukul 05.00 WIB, Aku dan Rijal terbangun untuk mengumandangkan Adzan dan Shalat Subuh. Sesuai rencana Rijal kali ini akan mengumandangkan Adzan Subuh, tak lama setelah kami selesai Shalat, Reza dan Desta kembali untuk menceritakan apa yang mereka lakukan diatas sana dengan nafas engos – engosan ternyata mereka tak melihat satu pun pendaki yang tersesat berada diatas sana ternyata itu hanya suara saja yang terdengar.
Waktu telah menunjukkan jam 08.00 WIB suara burung bersaut – sautan, cahaya matahari terasa hangatnya. Wina yang sudah bangun bergegas membangunkan Erlin, Husna dan Nova untuk segera memasak. Kali ini aku yang penasaran dengan kejadian semalam melihat bara api yang sudah padam dan Handy camp yang sudah Nonaktif dengan sendiri. Akhirnya Aku membangunkan Rijal si pemilik Handy Camp tersebut.
“Jal, Jal, wooy… Bangun. Handy Cam Loe mati cuy”.Ucapku padanya.
“Coba sini gue periksa Jan, padahal tadi malam baterainya penuh biasanya sampai pagi masih bisa nyala lho”. Jawab Rijal dengan penuh heran.
Rijal pun memeriksa kondisi Handy Camnya dan aku mengambil Kopi yang dibuatkan oleh Wina. Setelah aku ambil kopi dan masuk ke dalam tenda menemui Rijal ternyata dia sedang dalam keadaan diam tak berbicara sedikit pun.
“Jal, gue mau lihat dong hasil dokumentasinya, apakah ada penampakan hahahaha…”Tanyaku pada Rijal dengan bercanda.
“Lalu Rijal bilang jangan dah Jan, nanti aja kalau dah sampai Pamulang kita lihat ya, kayaknya ada yang rusak mangkanya mati”. Jawabnya dengan penuh ketakutan.
Handy Cam mati sendiri dan keadaan Rijal yang ketakutan membuatku penasaran akan apa yang ada dalam rekaman tersebut. Maka aku pendam dulu keinginanku untuk melihat hal itu, dan kami pun melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung salak. Namun, Reza yang terbangun dari Hamock nya akibat kejadian semalam merubah rencananya dengan berdiskusi dengan kita semua.
“Menurut gue dengan kondisi yang seperti ini kayaknya kita gak mungkin mencapai Puncak Salak. Dengan kejadian gue yang semalam dan keadaan yang mencekam dan kejadian diluar nalar lebih baik kita nikmati perjalanan ini sampai Kawah Ratu aja ya ?” Kata Reza dengan bijaksana.
“Yaah sayang banget dong padahal kan udah sampai disini” ucap Aku dengan egois.
“Reza bener Jan, kan lu tahu kejadian diluar nalar semalam sedangkan Jarak yang baru 40 % nya. Sedangkan ini udah siang besok kita kerja. Belum perjalanan turun kita butuh waktu 2 hari 2 malam disini persediaan makanan juga dah habis, belum lagi kita bawa orang gede begitu tuh lagi tidur, Pasti butuh pertimbangan yang matang. Ucap Deki dengan penuh pertimbangan.
Maka aku pun mengikuti usulan Reza dan kesepakatan teman – teman yang lain walaupun hati ini kecewa. Kita pun bergegas mandi dan mengganti baju menuju Kawah Ratu, saat menuju ke sana aku melihat keindahan Hutan Mati dan tempat Jatuhnya Pesawat Sukhoi Super Jet-100 yang terkenal itu. Ternyata kejadian aneh kembali muncul kaki nya Kiki kembali sakit dan meminta untuk break. Membuat kami semua berhenti melihat keadaan nya, Dayat dan Rury yang bersama Kiki langsung merespon dan syukurlah kakinya kembali pulih.
Sesampainya kita di kawah ratu aku bertanya pada Kiki akan Kondisi kakinya yang sakit Tadi. “Ki, masih sakit ?” Tanyaku padanya dengan lembut.
“Alhamdulillah udah enggak Jan, oh iya Jan boleh kasih saran gak? Gue minta loe coba Adzan dengan niat yang tulus dalam hati dan jangan terlalu sombong walaupun gue tahu ini hal baik, dan Adzan dengan nada yang biasa aja jangan terlalu keras. Gue takut kejadian diluar nalar ini akibat kita mempunyai niat yang salah walaupun hakikatnya perbuatan yang baik, kita berada disini gak sendirian Jan ada penghuni yang lain mungkin merasa terganggu dan tidak biasa mendengar suara Adzan yang dikumandangkan oleh manusia menyebabkan mereka merasa terganggu”. Istilahnya seperti koloni lebah yang merasa terganggung saat sarangnya didekati oleh manusia karena madunya akan diambil untuk manfaat yang baik bagi kehidupan manusia. Perumpamaannya seperti itu Jan, ketentramanan yang baik akan terganggu bila ada yang datang walau mempunyai niat yang baik pula”. Ucapnya Kiki saat itu.
Aku termenung sejenak dan berfikir akan egoisnya diriku, inikah diriku yang sebenarnya ? setelah selesai bersenang – senang menikmati Kawah Ratu. Kami pun bergegas kembali ke Tenda untuk prepair pulang tetapi karena waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB aku dan Rijal mengajak semuanya untuk menunaikan shalat secara bergantian karena matras yang sudah di taruh ke Carier masing – masing. Aku adzan untuk ke 3x nya tetapi yang ini
dengan nada rendah. Sewaktu sebelum perjalanan kita berdoa dan membuat formasi seperti di awal perjalanan dengan barisan cewek yang berada ditengah. Waktu menunjukkan pukul 18.00 WIB kami saling memperhatikan satu dengan yang lain sambil menanyakan keadaan masing – masing. Belum berapa lama Nova dan Kiki merasa sakit kakinya karena lelah, maka kita pun memutuskan untuk break sekitar 15 menit. Kondisi yang gelap dengan keadaan 2 teman kami yang saat itu cidera membuat kami untuk lebih berhati – hati dalam perjalanan. Keegoisan pun terlihat dalam diri kami karena situasi yang masih jauh dari Pasir reungit dan belum sampai rumah jam segini membuat kami gelisah dan mengeluh secara terang – terangan.
Akhirnya mereka berdua musti dibantu untuk pencahayaan dan berjalan lebih pelan agar tak terjadi kondisi cidera. Hal yang mencekam kembali terjadi aku yang berada dekat dengan Deki melihat Daun yang jatuh didepan mataku dan mengambil daun itu. Karena melihat kondisi jatuhnya yang seperti disengaja maka aku termenung dan mataku ingin melihat ke atas.
“Jan, jangan bengong istigfar kita mau sampai pasir reungit jangan kosong pikiran”. Ucap Deki sambil memegang pundakku.
“Tapi Dek, ini lu lihat daunnya daun ini…..”,”Stttttt … udah Jangan dihiraukan apalagi melihat ke atas. Kalau lu lihat kelar semuanya”. Jawab Deki dengan memotong pertanyaanku.
Bersamaan dengan situasi kami berdua yang mencekam, kepala Nova kembali pusing dan kaki Kiki mulai terasa sakit seperti ada yang memegang dengan cengkraman keras. Tak lama kemudian Husna yang saat itu sedang terdiam melihat seperti bayangan hitam di semak – semak seperti mengawasi kami semua. Malam mulai larut tak ada sedikit pun pendaki yang turun hanya tinggal kita di malam ini, Rijal terus ber zikir untuk menetralkan suasana dan memberi saran agar tetap ingat yang diatas.
Akhirnya suasana mulai kondusif kami bisa melanjutkan perjalanan meski harus menahan rasa takut dan sakit secara bertahap. Pelan – pelan kami berjalan ternyata sampailah kita di Pasir Reungit dan mulai terdengar suara Adzan yang berkumandang menandakan bahwa kita dekat dengan perkampungan warga dan pintu masuk Kawah Ratu.
Teror belum berakhir, walaupun kami akan sampai pada pintu masuk kawah ratu, Husna melihat sosok hitam yang berada dekat semak semak berbarengan dengan sakitnya kepala Nova. Latief yang sekaligus pacarnya Nova, mencoba menenangkanya dengan cara memberikan motivasi bahwa kita akan sampai sedikit lagi. Husna tetap mengalihkan pandangannya ke teman – temannya walaupun dia tahu sosok itu memperhatikan teman – temannya , Reza, Desta, dan,Wina masih merasa santai karena sudah terbiasa dengan kondisi
seperti ini saat itu mungkin dia berfikir inilah alam liar kalian tidak sendirian kalian selalu diawasi. Dengan pelan – pelan dan penuh keyakinan kami tidak menyerah dan harus sampai rumah. Akhirnya sampailah kita di Pintu Masuk Kawah Ratu. Aku langsung Shalat Isya yang disusul oleh teman – teman kemudian beristirahat sejenak melihat kondisi Nova dan Kiki yang sudah membaik. Husna sudah tidak lagi diteror dan diawasi oleh mahluk disemak – semak itu.
Kami semangat untuk pulang kali ini kami menuju ke parkiran motor, dan ternyata tinggal motor kami saja yang tersisa di parkiran. Aku melihat motor yang terasa berbeda dan ternyata benar firasatku Motorku Bocor dibagian ban belakang. Timbullah pertanyaan dari Teman – Temanku.
“Kenapa Jan ?”. Tanya Dayat.
“ Bocor Cuy, padahal tadi diperjalanan berangkat gue dan Isi angin lho, penuh tahu. Jawabku sambil emosi.
Tak berselang lama Reza ambil tindakan untuk menyegerakan Aku menjalankan motor dengan diposisikan badanku ke depan agar tak terjadi hambatan melihat kondisi yang sudah sangat malam. Aku terus melajukan motorku hingga menemukan tambal ban di dekat Curug Cilember.
“Punten A, Abdi teh hayang nambal ban. Bisa teu?”. Tanyaku pakai Bahasa Sunda.
“oh bisa A, anu sebelah mana?” Tanya balik tukang tambal ban.
“pandeuri A.” jawabku sambil menunjuk.
“Ok sekedap ya A, silahkeun duduk heula A. ngopi A. Jawabnya tukang tambal ban.
Akhirnya setelah menunggu 20 menit aku melihat bocornya ternyata bukan cuma 1 kebocoran ban tetapi 3 lubang yang bentuknya seperti dicakar yang 2 berbentuk besar yang 1 berbentuk kecil dan kata tukang tambal ban musti diganti udah gak layak pakai. Kejadian ini membuatku merasa heran dan merinding ketakutan pasalnya aku menduga bahwa bocor ini bukan ulah manusia yang iseng tetapi bukan pula binatang buas.
“Jan gimana hasilnya ada berapa bocornya”, bertanyalah Deki saat itu.
“Ada 3 Dek, dan bentuk lubang bocornya gak biasa, jumlah dan bentuknya gue berfirasat sama seperti gue waktu Adzan sebanyak 3 kali yang 2 berdekatan (Magrib dan Isya) dan lebar dan yang 1 kecil tapi berjauhan” jawabku saat itu.
Mau tidak mau aku musti mengganti ban dalam yang baru karena waktu sudah hampir tengah malam dan kondisi teman – teman yang sudah lelah aku musti ambil keputusan. Yaitu aku akhirnya meminjam uangnya Kiki saat itu.
“Benarkan apa yang gue bilang Jan, untung aja kita masih selamat coba enggak gimana? Lain kali loe lihat teman – teman loe dulu sebelum bertindak. Jangan mementingkan ego lu aja kalau ban ini bocor dan lu gak punya duit lu mau minta siapa dan pulang nya bagaimana?”. Ucap kiki dengan emosi.
Saat itu aku hanya bisa terdiam dan kembali aku merenung bahwa aku sungguh bodoh dan egois. Akhirnya Reza, Desta, Wina menghampiriku dan memberikan semangat untuk tidak kapok ke Gunung lagi dan jadikan ini suatu pelajaran berharga karena alam liar menyimpan segalanya yang terlihat mau tak kasat mata.
Memang urusan Ku dengan teman – temanku dah selesai namun penunggu Gunung masih ada urusan. Saat sampai rumah ku tertidur aku bermimpi bertemu dengan sosok pocong berkain putih dengan wajah yang berdarah dan mulut yang terbuka lebar begitu tinggi badannya memperhatikanku. Dan dia berkata:
“Aku tak mengizinkan kamu datang kesini lagi dengan etika dan perbuatan yang seperti itu. jakalau kau datang dengan cara seperti itu maka tidak segan – segan aku akan membuat kamu mati disini”.
Seiring dengan mimpi itu aku pun akhirnya tersadar bahwa Teror belum berakhir. Aku pun keluar Kontrakan dan terasa ada angin yang menghampiriku dari sebelah Selatan tepatnya dari Gunung Salak. Angin itu terasa dingin seperti angin gunung yang berhembus kencang sekali seperti sebuah peringatan keras. Setelah angin itu berhenti aku tersadar bahwa ini teguran pahit.
“Assalamu alaikum”. Ucap Ibuku dengan Salam
“walaikum salam”. Jawab Aku.
“Ada apa nak, kamu kok bengong pagi – pagi sambil ngelihat ke kebon ? ada apa?”. Tanya Ibuku
Gak ada sih Bu, oh iya ibu merasakan ada hembusan angin kencang gak dingiiin banget barusan”. Ku bertanya balik.
“Gak ada Ibu gak merasakan apa – apa cuma sejuk aja hawanya Nak. Mangkanya dah Shalat Subuh belum? Udah Shalat dulu. Insya Allah kamu baikan setelah Shalat”. Jelas Ibuku dengan penuh kasih sayang.
Sungguh diluar nalar aku kira sudah berakhir hanya di Gunung ternyata sampai ke sini juga dia menerorku. Akhirnya aku bercerita kepada teman – teman ku setelah 3 hari dari Pendakian. Rijal ternyata tidak izin kepada Orang tuanya untuk pergi ke gunung dan Aku begitu sombongnya begitu mengenal Alam Liar di Gunung. Dari kejadian ini aku baru menyadari bahwa Gunung menyimpan banyak misteri dan aku tak menyerah untuk mendaki kembali.
Inilah cerita saya, saya mohon maaf bila ada salah kata dan perkataan yang membuat teman2 bertanya – tanya. Terima Kasih Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
0 komentar: