Aku Januar, Cerita ini dimulai saat Tahun 2015 ini merupakan pertama kalinya aku mendaki Gunung yang sebelumnya hanya naik Gunung Bromo yang tak ada treak menanjak kecuali puluhan anak tangga yang lurus membentang di Punggung Gunungnya. Kali ini, aku mendaki Gunung Salak yang menurut Urban Legend adalah Gunung terangker ke-2 di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai dengan banyaknya Jatuh Pesawat Terbang terutama Pesawat Komersial Sukhoi Super Jet-100.
Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, Pendakian ini berjumlah 14 orang yaitu Reza, Desta, Deki, Rury, Dayat, Januar, Ali, Kiki, Latief, Rijal, Husna, Wina, Erlin, dan Nova. Aku yang pada saat itu masih anak baru terlihat ribet bawa perlengkapan hingga membuat Reza heran.
“Jan, loe ribet amat. Tas didalam isinya apa aja?” Reza bertanya keheranan.
“yaa… perlengkapan pribadi Bang”. Jawabku saat itu
“Buset dah…. Gak gitu juga kali. Kita kan mau naik gunung bukan mau mudik, pakaian pribadi doank isinya nih tas. Udah gue tata deh Jan, lu bantu gue lipat ini Pakaian sambil lu kurangin ya”. Ucap Reza padaku sambil menasehati ala anak gunung.
Setelah Persiapan dimulai kita pun berdoa sambil foto bersama untuk mengawali perjalanan dengan baik. Oh iya, saat itu perjalanan dimulai selama 2 Jam dengan menggunakan sepeda motor dari Pamulang Tangsel Hingga Pintu Gerbang Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Saat sudah sampai di pintu gerbang utama kami absen dan registrasi untuk melanjutkan perjalanan menuju Pintu Masuk Kawah Ratu. Karena jalur yang terjal berbatu dan licin, maka kami yang saat itu berboncengan harus turun yang dibonceng tersebut, agar motor kuat naik sampai tempat parkir. Namun, Kejanggalan terjadi akibat tak mendengar instruksi Reza sebagai pemimpin perjalanan, Ali dan Erlin saat itu jatuh dari motor yang pada saat itu posisi motor dan jatuhnya mereka dekat sekali dengan tebing walau hanya ketinggian 7 meter. Sontak Aku, Reza, Desta dan Dayat menolong.
“Bang, lu gak apa – apa kan ? Lin, baik – baik aja kan? Ucap Dayat dengan penuh khawatir melihat Kakaknya yaitu Ali nyungsep ke Bibir Tebing.
Akhirnya mereka pun turun dan memdengarkan instruksi Reza sebagai pemimpin pendakian. Sesampainya di Gerbang saat sebelum pendakian. Reza yang didampingi Wina melakukan registrasi sedangkan Kami semua memasak dan ada pula yang Shalat Zhuhur dulu
karena waktu menunjukkan Jam 13.00 WIB. Maka terjadilah kejanggalan. Husna yang biasanya pandai memasak nasi dengan takaran beras dan air yang pas, kini hasil beras tersebut Aron atau tak matang sepenuhnya.
“Hahaha Husna masak apa lu…? masak nasi sih begini ?” Ucap Deki dengan tertawa seperti mengejek Husna.
“Bacot Lu Dek, bantu kek orang mah gue juga biasanya gak pernah begini masak. Kok aneh ya?” Jawab Husna Sedikit Sewot.
Pada Akhirnya nasi yang aron itu pun Dimakan sebagian dan selebihnya dibuang karena tak layak dimakan karena hasil yang tak memuaskan. Registrasi selesai, absen para pendaki selesai dan prepair masak selesai. Maka Rijal yang diJuluki Ustadz, langsung memimpin do’a. Setelah selesai kami membuat Formasi pendakian, Deki bagian Paling depan, Dayat Bagian Tengah, dan Reza Bagian belakang.
Perjalanan pun dimulai, Rijal memberi aku Usul agar teriak “Allahu Akbar” saat kata Takbir disebutkan. Aku pun merespon sangat senang saat itu karena Aku merasakan Kebesaran Allah yang membuat Alam seindah dan sesejuk ini. Namun dibalik keindahan Alamnya bukan berarti tak berpenghuni, ternyata saat Kumandang Takbir disebutkan disitulah Teror Kami dimulai.
Jam menunjukkan Jam 14.30 WIB, kami sampai di Pos Pasir Reungit dengan kondisi Cuaca cerah namun sinyal sudah tak ada sama sekali. Saat kumandang takbir diteriakkan sekitar 5x kejanggalan mulai menghantui. Aku merasakan seperti ada yang memperhatikan di balik semak – semak dekat aliran sungai yang jernih, aku penasaran tapi tak sama sekali berani.
“Udah yuk lanjut lagi”. Ucap Reza dengan semangat.
“Ok yuk”. Jawab kami semua.
Takbir….? Allahhu Akbar ! teriak kembali kami semua.
Baru saja sekitar Jarak 500 meter dari pasir reungit Kiki meminta untuk break dengan memegang kakinya. Memang untuk fisik Kiki dengan postur tubuh tinggi dan berbadan gemuk bukan hal mudah untuk berjalan lebih cepat menuju pos selanjutnya, karena bukan perkara ego yang diutamakan tapi kebersamaan dan tanggung jawab yang paling penting, belum lagi kondisi kami yang mayoritas pemula yang baru mengenal alam bebas.
“Woy berhenti dong !!” ucap Kiki sambil memegang engkel kakinya.
“Breaaaak!!” Ucap pula Reza yang berada dibelakang Kiki.
Bersambung...
0 komentar: