Pesantren kok gitu... ( Jawaban atas problem kehilangan,jamur, kutu di pesantren)
Tadi sempat baca sebuah tulisan mengenai seorang ibu. Yang anaknya masuk.pesantren dengan keluhan anaknya sering kehilangan barang. Kemudian anaknya berjamur dan kutuan.
Dia kaget kok pesantren gitu. Masak iya kehilangan barang. Adalah hal biasa. Jamur dan.kutuan.adalah biasa. Bukankah mencuri itu bukan hal yang sepele? Dan menjaga kebersihan adalah sebagian daripada Iman. Mengapa masuk.pesantren kok.begitu, mengapa pakaian.dalam anaknya hilang berkali kali.
Saya membacanya jujur prihatin bercampur gemas. Jika orang awam membacanya maka akan mengambil kesimpulan waduh ternyata ya. Pesantren kayak gitu . Masak mencuri dan tidak menjaga kebersihan adalah sesuatu yang biasa. Enggak banget deh.
Nah lalu benarkah begitu? Jawabannya bisa benar bisa tidak, tergantung sudut pandang kita. Kebetulan saya juga salah satu wali santri baru. Anak saya setelah melalui seleksi ribuan.pendaftar di salah satu pesantren modern. Akhirnya dinyatakan lulus. Rasa haru, syukur dan sedih campur aduk. Bayangkan dari tes berangkat sendiri sampai pengumuman sendiri dinyatakan lulus dan langsung penempatan anakku sendirian. Anakku baru lulus sd yang belum pernah berpergian jauh. Tanpa orang tuanya. Hari-hariku penuh dengan rasa was was, apalagi komunikasi agak susah
Lalu saya mulai bergabung dengan grub wali santri yang isinya senior dan wali santri baru juga. Saya belajar. Karena ternyata anak menjadi santri secara otomatis orang tuanya juga harus belajar menjadi wali santri yang baik.
Contohnya berkali-kali kami diingatkan bahwa konsep menjadi wali santri itu harus mengerti betul istilah TITP, tega, ikhlas tawakal, ikhtiar, percaya. Sebagai ibu sedih wajar berpisah dengan anak. Bisa dibayangkan saat mempersiapkan.perlengkapannya, saya ini naik .motor sendiri. Terkadang saya jalan sambil berurai airmata membayangkan habis sudah kebersamaan yang intensif dengan anakku. Habis ini dia akan pergi menuntut ilmu. Aduh sedih sampai ke ubun ubun. Apalagi pandemi ini mengharuskan saya tidak boleh mengantarkan. Makin deraslah airmata saya bercucuran. Tapi saya kemudian banyak istiigfar. Teringat salah satu pesan pendiri di pesantren anak saya. Bahwa lebih baik kita menangis saat itu karena hidup berjauhan dengan anak karena menuntut ilmu agama. Daripada kelak tuanya kita yang menangis karena anak tidak paham agama.
Saya mencoba mencari info bagaimanakah kehidupan di pesantren anak saya, saya ikut grup di fb yang isinya alumni dan wali santri baik baru dan lama, ada juga grup wa yang isinya menyiapkan mental kami orang tuanya jika nanti anak kami diterima. Akan melalui fase fase seperti apa? Saya banyak membaca tulisan-tulisan yang membahas kondisi ini. Salah satunya adalah jangan kaget kalau bulan- bulan pertama adalah bulan genting untuk anak kita. Jangan kaget jika ada keluhan mengenai kehilangan barang, keluhan mengenai temannya yang jahil. Keluhan mengenai anak kita yang tidak betah.
Saya punya cerita ketegaran seorang ibu. Belaiu mempunyai anak tunggal. Yang masuk pesantren bareng anak saya. Saat selesai ujian masuk. Si anak telepon sambil.menangis sesunggukan. Minta dijemput. Katanya batalin saja, dia mau sekolah deket rumah saja. Nangis gak ada jeda. Sebelum telpon ditutup si anak pesan jangan lupa jemput aku ya bu. Saat diceritakan kami orang tua yang satu kelompok keberangkatan spontan menangis. Tapi kami berusaha saling menguatkan dan saling mendoakan. Si ibu sempat bertanya apa yang harus dia lakukan. Saran dari ustadz pembimbing adalah tahan sampai tiga bulan. In sya Allah anaknya akan kuat. Dan benarlah belum ada tiga bulan sang anak sudah ceria tidak meminta pulang. Bayangkan jika sang ibu tidak belajar dari ustadz pembimbingnya bagaimana dia harus bersikap. Pasti dia akan.langsung otw jemput anaknya. Bayangkan.jika kami para wali santri tidak saling menguatkan dan mendoakan. Mungkin hari hari kami akan dipenuhi airmata. Itulah pentingnya belajar. Bukan hanya anak kita yang belajar menjadi santri. Juga kita belajar menjadi wali santri.
Kembali ke masalah kehilangan barang, berjamur dan kutuan. Ini kamipun sudah diberi gambaran oleh para walisantri lama. Saya juga menonton tip-tipnya bagaimana cara mengatasinya. Saya tidak fokus ke lo pesantren kok gitu.
Awal awal anak kita masuk pesantren memang keluhan paling banyak adalah kehilangan barang. Jamuran dan kutuan. Mengenai kehilangan barang. Jangan dianggap pesantren menganggap hal itu biasa padahal pencurian itu bukan hal biasa. Di pesantren anak saya pencurian adalah merupakan pelanggaran berat yang hukumannya adalah dikeluarkan. Dan bukan berarti ini membuat aman barang tidak hilang. Istilah kehilangan adalah hal biasa itu adalah di awal awal anak kita nyantri. Mau tahu kenapa?
Yang pertama anak anak baru itu datang dengan latar belakang yang berbeda beda. Bisa saja sebelumnya anak itu memang punya energi lebih ( mau bilang nakal gak boleh ya). Mereka masih muda, baru lulusan sd. Jadi mungkin panik barang kurang belum paham bagaimana cara menghubungi orang tua. Memilih jalan pintas mengambil barang temennya. Ingat mereka masih baru masuk ya masih itungan hari atau bulan. Karakter mereka belum terbentuk di pesantren. Jadi hal ini bisa terjadi.
Lalu benarkah barang anak kita hilang karena diambil temennya? Tidak selalu benar lo Bu. Ada yang karena tertiup angin lalu masuk selokan, anak biasanya malas mengambilnya karena kotor dan harus mencucinya. Lalu memilih membiarkan. Dan lapor ke ortu jika barangnya hilang. Biar gampang diganti.Atau barang terbawa dan tertukar dengan barang milik temennya. Biasanya karena anak baru belum terbiasa. Belum hafal terhadap barangnya sendiri. Selain itu karena kegiatan banyak lupa mengangkat jemuran. Ini biasanya yang membuat barang tertiup angin dan masuk selokan atau tertukar dengan yang lain. Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Sebagai orang tua saat anaknya melapor barangnya hilang jangan langsung panik dan berpikir negatif. Ingat bu pesantren ibarat kawah candradimuka. Disana anak kita digembleng. Bagaimana dia akan mandiri menghadapi berbagai masalah. Kehilangan adalah sebuah proses pembelajaran. Bahwa anak harus hati menjaga barangnya. Dia juga harus lebih disiplin mengantisipasi dan bersiasat agar barangnya tidak hilang. Ini kelak akan menempa anak kita menghadapi kehidupan di luar sana.
Saat anak menelpon barang hilang , jangan panik beri anak kita motivasi. Kalau barang hilang jika rejeki maka barang akan kembali. Lalu nasehatkan agar anak kita lebih berhati-hati. Saat mengangkat jemuran usahakan tepat waktu jangan menunda nunda. Namain semua barang barangnya. Dan jangan berlebihan memberi stock bu. Terutama pakaian dalam. Stock banyak hanya akan membuat anak menyepelekan dan menunda menyuci. Selain itu mungkin anak jadi tidak ingat barangnya saat dijemur. Stock secukupnya saja. Misalkan pakaian cukup enam pcs. Begitu salah satu triknya. Nah jika berkali kali barang hilang ganti barang hilang ganti, ada waktunya orang tua tegas bilang kak ini saya kirim ganti pakaian hilang. Tapi mulai sekarang dijaga. Hilang lagi mama sudah gakmau kirim lagi. Kakak harus bertanggung kawab terhadap barangnya. Ini lumayan manjur lo menurut wali santri lama yang sudah berpengalaman.
Kalau masalah jamur dan kutuan. Jamur dan kutuan hanya akan menulari mereka yang jorok. Jadi ajarkan anak kita sendiri untuk menjaga kebersihan. Kutu gak akan hidup di rambut yang sering keramas dan dibersihkan sama dengan jamur.
Anak saya juga ada menelpin kehilangan hanger dan celana panjangnya. Tapi reaksi saya biasa saja. Anak saya bilang nouval akan cari kemana celana nouval. Kalau tidak ketemu ya sudah bukan rejeki nouval. Lain kali nouval hati hati. Nah kan ..menyenangkan bukan jika anak kita justru belajar memecahkan sendiri dari masalah masalah yang timbul di pesantren.
Mari belajar bersama saat anak kita mondok. Buka wawasan. Mondok itu keren lo...
0 komentar: